HKIDaerah12.or.id - 05/02/2024, 20:40 WIB
Seiring dengan dimulainya pelayanan dengan pengajaran luar biasa dan mujizat yang dilakukan, saat itu banyak orang makin bertanya-tanya siapakah Yesus ? Banyak orang menduga ia adalah Elia bahkan Musa. Bahkan Yohanes Pembabtis mengutus 2 orang muridnya menjumpai Yesus untuk bertanya siapa Yesus sebenarnya (Lukas 7:18-23), kemudian Herodes juga bertanya-tanya tentang siapa Yesus (bnk. Lukas 9:7-9; Luk 23:7). Dan suatu ketika seperti yang diceritakan dalam Lukas 9:18-21, Yesus menanyai murid-muridNya siapa dia menurud kata orang. Dan dari informasi muridNya, ternyata orang banyak telah membuat penilaian tentang diriNya, ada yang berkata Yesus adalah Yohanes Pembabtis, Elia, dll.
Ditengah konteks inilah Yesus memberikan kepastian gambaran tentang siapa diriNya. Penampakan kemuliaan Tuhan Yesus ini diberitakan untuk menjawab pertanyaan siapa Yesus sebenarnya. Dengan apa yang dilihat para muridnya dijelaskan, bahwa Yesus bukan Elia dan juga bukan Musa Yesus adalah Anak Allah yang dikasihi oleh Allah, yang harus didengarkan. Kita mulai pembahasannya.
Pada ayat 2 diberitakan bahwa setelah TUHAN Yesus memberitahukan tentang penderitaan TUHAN Yesus dan syarat mengikut Dia, 6 hari kemudian TUHAN Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes ke sebuah gunung yang tinggi untuk berdoa (bnk Luk.9:28-36). Hanya ada mereka di gunung itu. Lalu terjadilah sesuatu yang luar biasa, Tuhan Yesus berubah rupa didepan mata mereka dan pakaianNya sangat putih berkilat-kilat. Saking putih dan kilatnya diterangkan diayat 3, tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu. Ini menunjukkan kemuliaan Tuhan Yesus yang tampak saat itu.
Lalu pada ayat 4 diterangkan, tampaklah kepada murid-muridNya Elia bersama dengan Musa, keduanya berbicara dengan TUHAN Yesus. Ini adalah kejadian yang luar biasa, bagaimana mungkin Musa dan Elia yang hidup dimasa lalu bisa hadir dan berbincang dengan Yesus. Ini membuktikan bahwa Yesus adalah TUHAN Allah yang berkuasa menghadirkan ciptaanNya lintas zaman. Disisi lain, bagi orang Israel, adalah suatu kebanggaan besar jika bertemu dengan seorang Bapa Leluhur Israel seperti Musa dan seorang Nabi yang luar biasa seperti Elia, keduanya adalah legenda yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah Israel. Itulah sebabnya, ketika tampak bagi mereka Yesus berbicara dengan Elia dan Musa, Petrus berkata diayat 5 baiklah ia mendirikan tiga kemah, untuk Tuhan Yesus, Musa dan Elia. Ia berkata demikian sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka ketakutan (ayat 6).
Reaksi Petrus ingin mendirikan tenda sangat mempunyai arti dan menunjukkan rasa hormat yang dalam. Pada konteks Israel, TUHAN hadir ditengah-tengah umatNya dalam sebuah Tenda. Akan tetapi keinginan itu sirna seiring dengan hadirnya suara dan awan yang menaungi mereka. Bukan tenda atau gedung atau symbol fisik keberadaan Yesus yang diperlukan, akan tetapi bagaimana kita menentukan pilihan hidup kepada Yesus, mendengarkanNya dan hidup didalam jalanNya. Yang jauh lebih penting daripada “membangun kemah, Gedung, dan symbol-simbol fisik” adalah memberitakan Injil melalui Kata, Doa dan Perbuatan. Jangan seperti pandangan Petrus di atas, ingin menyenangkan hati Tuhan berdasarkan persepsinya. Keselamatan anggota keluarga, sahabat, tetangga dan kenalan kita menjadi tanggung jawab kita. Kita harus selalu mendoakan dan bersaksi kepada mereka, sehingga Roh Kudus bekerja untuk menyelamatkan mereka. Akhirnya nama Tuhan dimuliakan dan para malaikat di sorga bersorak-sorak karena satu jiwa telah diselamatkan.
Saat ini banyak orang berlomba mewah membangun gedung ibadahnya, lengkap dengan fasilitas yang mewah. Jangan sampai ini hanya menjadi keinginan Petrus. Tidak mengimani bahwa Allah hadir ditengah ciptaanNya tanpa dibatasi tembok dan tenda. Allah hadir ditengah orang-orang miskin dan teraniaya yang butuh pertolongan (bnk Yes 58). Ketika kita melakukan sesuatu untuk menolong orang lain, maka pada saat itu sebenarnya kita sedang melayani TUHAN. Itulah sebabnya, pandangan Petrus berbeda dengan pandangan Tuhan. Jadi lebih diperlukan bekerja keras untuk melakukan kasih, menolong orang-orang yang terikat dengan dosa, menyembuhkan orang sakit dan memulihkan hati yang terluka dari pada membangun “tenda”. Mari teladani Tuhan Yesus yang rela menyerahkan kehidupannya demi keselamatan umat manusia. PengorbananNya di kayu salib untuk menebus semua orang berdosa.
Ayat 7 : Lalu datanglah awan menaungi mereka dan dari awan itu terdengar suara “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia. Dan setelah suara itu terdengar, mereka tidak melihat lagi Musa dan Elia (ayat 8). Jemaat terkasih, gunung serta awan bagi umat Israel adalah lambang tempat hadirnya ”yang Keramat, Yang mulia”. Musa pernah dipanggil TUHAN naik ke gunung Sinai untuk menerima Taurat, dan ketika Musa sudah naik, ada awan menutupinya (bnk. Kel.24:12-18). Elia juga pernah melihat Allah menyatakan diriNya kepada elia di gunung Horeb (1 Raj.19:8-18). Jadi kedua tokoh yang menjadi teman bicara Yesus adalah orang yang pernah bertemu dengan TUHAN di gunung.
Suara “Dengarkanlah Dia!” bukan hanya ditujukan pada ketiga muridNya tetapi semua manusia agar mendengarkan TUHAN Yesus, mendengarkan Injil. Hanya dengan demikian orang akan sampai kepada pengertian yang mendalam mengenai siapa Yesus sebenarnya. Yesus adalah TUHAN dan Juru Selamat yang harus didengarkan tiap waktu, dikala kita bekerja, bersantai, sedih, suka, untung, rugi dll. Bagaimana dengan kita apakah kita sudah dan masih tetap mendengarkan Yesus dan InjilNya dalam kehidupan kita? atau kita hanya mendengarkan nafsu duniawi kita dan mengabaikan Allah? Sering sekali suara Roh Kudus terabaikan kerena suara-suara nafsu duniawi terlalu keras di hati dan pikiran kita. sehingga ketika sesuatu diluar keinginan kita terjadi kita bertanya dimana TUHAN dan mengapa itu semua terjadi. Padahal sejak awal sebenarnya TUHAN sudah memperingatkan kita akan apa yang akan terjadi karena kesalahan kita, tetapi suara itu terabaikan. Jangan hanya memanggil TUHAN ketika tersesak seolah TUHAN adalah pelayan dirinya (yang dikala perlu dipanggil), ada jg yang menjadikan Tuhan Yesus seperti sumber rejeki yang bisa dipaksakan, dll. Mari memiliki pengenalan tentang siapa TUHAN Yesus yang harus didengarkan. Jangan hanya lagu rohani saja yang semakin sering didengar, nada dering rohani, nsp, tetapi tidak membawa perubahan apa-apa, tetapi dengarkan dan maulah diajak memperbaharui hidup melalui nyanyian rohani yang kita dengar itu. Semakin mendengarkan suara TUHAN maka kita akan semakin bersyukur, diberkati untuk menjadi saksi Injil didalam hidup.
Kemudian, pada konteks Israel waktu itu, hal ini memiliki makna yang sangat dalam karena bangsa Israel sangat kuat mendengarkan dan melakukan ajaran Musa dan Elia. Tetapi kejadian ini mewartakan kepada Israel bahwa Tuhan Yesuslah yang harus lebih didengar dari pada Bapa Leluhur Israel, yaitu Musa dan Nabi Besar di sejarah Israel yaitu Elia. Gambaran ini sekaligus menggeser konsep keberagamaan Israel agar berorientasi pada ajaran Tuhan Yesus Kristus.
Ini bisa kita relevansikan bahwa saat ini ada yang lebih mendengarkan kata dan ajaran Pendetanya atau Tokoh Agamanya dari pada mendengarkan TUHAN dan InjilNya secara langsung. Sehingga banyak orang yang hidup dalam penafsiran agama yang sempit dan salah karena pengajaran yang salah. Manusia lebih meyakini, menghormati dan lebih mendengarkan apa kata Tokoh agama yang dikaguminya daripada TUHAN itu sendiri. Akhirnya keyakinan yang dianut adalah dogmatika yang berasal dari tafsiran-tafsiran gurunya. Manusia tidak lagi mendengar langsung apa keinginan TUHAN, melainkan melalui perantaraan manusia lain, yaitu gurunya, imamnya, Pendetanya, “kakak rohaninya” dll. Dan akhirnya banyak juga yang “tersesat” didalam Teologianya/dogmanya bahkan tersesat oleh kepentingan politik atau ekonomi para Tokoh agama melalui tafsirannya. Tugas Gereja adalah bukan menyulangi Jemaatnya akan firman TUHAN dengan tafsiran, melainkan membuat Jemaat secara sadar dan dewasa semakin mau langsung mendengarkan Firman TUHAN dan Injil dan bertumbuh didalam pengenalan akan Tuhan.
Ayat 9 : Semua keadaan ini membuat murid-muridNya diam seribu bahasa karena kejadian yang baru mereka lihat. Dan Yesuspun berpesan kepada mereka supaya mereka jangan menceritakan kepada seorangpun apa yang telah mereka lihat sebelum Yesus bangkit dari antara orang mati dan mereka pun melakukannya. Jemaat terkasih, dari sini bisa kita relevansikan Allah ditengah kemuliaanNya dalam wujud TUHAN Yesus Kristus hadir dalam kesederhanaan. Yesus tidak gembar gembor, tidak bombastic, semue perlu berproses dan bertahap. Ada saatnya membatasi berita, dan ada saatnya untuk memberitakan dan menyaksikan Injil keselamatan sampai ke ujung bumi (Mat. 28:19-20). Sungguh ironis justru banyak manusia, Pendeta, Penginjil yang sering bombastic dan melebih-lebihkan suatu tanda bukan makna. Terlalu mudah berbicara “baru bertemu dengan TUHAN”, baru berbicara dengan TUHAN menggantikan kata berdoa, dll. Ada nuansa ketinggian hati dan kesombongan di perbuatan seperti itu. Dan akhirnya banyak manusia yang dihanya menyenangi “tenda” daripada hidup didalam Firman dan keselamatanNya.
Ditulis oleh Pdt. Happy Pakpahan
Praeses HKI Daerah XII Jawa-Lampung