HKIDaerah12.or.id - 20/03/2024, 20:16 WIB
Pada awalnya, kedatangan Yesus di Yerusalem adalah dalam rangka Pesta rohani tradisional Yahudi yaitu pesta Hari Raya Paskah. Paskah bagi Yahudi adalah suatu hari Raya besar untuk mengenang peristiwa keluaran Israel dari penjajahan Mesir. Pada masa pembuangan, peristiwa ini kemudian berkembang yg dimaknakan sebagai lambang pengharapan yg difokuskan pada hadirnya seorang Mesias yg diurapi dan diutus oleh Allah. Dan saat itu, bangsa Yahudi mengartikan Mesias sebagai utusan Yang Ilahi, sebagai seorang pemimpin spritual dan sekaligus pemimpin revolusi yg akan memimpin bangsa Israel yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, menuju kejayaan kerajaan israel seperti masa Daud. Sehingga pada waktu itu muncul berbagai gerakan pembebasan seperti gerakan Sicarii, Patriot, Farisi, Saduki, Essena maupun “: Gerakan Yohanes Pembabtis”. Mesias itu haruslah sosok yg punya kharisma dan wibawa, mampu mengkoordinasikan gerakan massa dan sekaligus seorang panglima yg paham akan taktik dan strategi perang. Namun bukan hanya itu, mesias ini harus bisa menjamin terwujudnya kehidupan makmur dan sejahtera, aman, dan tenteram bagi seluruh rakyat.
Nah disinilah setelah Rakyat melihat Yesus sudah mempunyai kriteria tersebut. Bagaimana tidak. Mereka telah melihat Yesus mempunyai kemampuan, antara lain :
Soal menghimpun/menyatukan segala komponen bangsa Yahudi. Tak usah repot mengumpulkan massa, tetapi justru Orang banyaklah yg selalu datang mencari Yesus untuk mendengar wejangan kotbah-kotbahnya ( Lihat peristiwa Yesus memberi makan 5 ribu orang ).
Disamping itu Yesus juga dinilai mereka mempunyai kesaktian yg luar biasa. Dia sanggup membuat mujizat2 yg luar biasa menakjubkan. Bayangkan badai dan ombak lautpun bisa diperintahkanNya untuk berhenti dan badai mematuhinya.
Lantas bagaimana soal jaminan kesejahteraan sosial bagi rakyat ? Nah disini Yesus tak tertandingi. Tidak perlu membuka balai pengobatan, karena Dia sanggup menyembuhkan segakla macam penyakit secara ajaib, kapan dan dimanapun.
Soal pangan ? Dia terbukti bisa mengenyangkan lebih dari 5000 orang hanya dengan lima potong roti dan 2 ikan. Bukan hanya orang banyak itu yg kenyang tetapi bahkan banyak ada sisi makanan. Bayangkan begitu banyak sisa hasil pertanian yg dapat dijual jika konsumsi untuk rakyat israel sendiri akan terbantu dengan mujijat 2 yg akan dihadirkan Yesus ( persoalan devisa nantinya ).
Yang menakjubkan lagi juga adalah ia sanggup menghidupkan orang mati, seperti Lazarus. Bayangkan jika Ia sanggup menghidupkan lagi pejuang2 yg nantinya mati di medan perang. Dan jika begitu, sebenarnya juga mematikan orangpun adalah perbuatan mudah yg dapat Yesus lakukan, ini artinya mengalahkan lawan siapapun bukan masalah besar bagi Yesus dengan demikian mengusir penjajahan Romawipun pastilah sanggup ia lakukan.
Jadi menurut sebagian masyarakat, Yesus mempunyai keriteria sebagai Mesias yg dinantikan. Oleh karena itu ketika Yesus hadir di kota itu. Dia dieluelukan dan diposisikan oleh orang banyak sebagai mesias yg dinantikan sejak masa pemberitaan Nabi-nabi PL. Dia dielu-elukan dan diposisikan sebagai Mesias Politis utk mempercepat proses kemerdekaan dari romawi.
Akan tetapi, Yesus memang Mesias yg diutus dari Allah, tetapi bukan pemimpin revolusi, bukan pemimpin perang secara politis, yg membawa senjata tapi Mesias yg rendah hati yg membawa kasih dan damai sejahtera yg menempuh jalan salib ( Via delorosa) untuk membebaskan manusia dari penjajahan dosa. Inilah kelak yang membuat banyak orang Yahudi kecewa, Sehingga ketika Tuhan Yesus mereka lihat tidak sesuai dengan keinginan mereka, sehingga kaum Farisi mudah saja memprofokasi mereka dengan secepat kilat, massa langsung membenci Yesus, teriak “salibkan Dia dan membebaskan Barnabas !”. Massa yg menyambut Yesus dengan gegap gempita ini jugalah ada yg akhirnya menghujat Yesus agar disalibkan. Karena apa yg mereka harapkan dari Yesus sebagai mesias berbeda dengan kenyataan. Yesus tidak sesuai dengan rencana mereka. Ini jelas pola keberagamaan/kehidupan yg dangkal / egois. Itulah sebabnya : Kisah Yesus dieluelukan di Yerusalem adalah sebuah drama yg menarik dan kontroversial.
Pada ayat 1-2, tertulis ketika TUHAN Yesus dan murid-muridNya telah dekat Yerusalem, Yesus menyuruh dua orang muridNya membawa keledai untuk dipakaiNya. Pada waktu itu, Yesus bisa mengetahui bahwa diperkampungan didepan mereka, ada seekor keledai muda yang tertambat. Yang “belum punya pengalaman” ditunggangi. TUHAN Yesus meminta agar muridNya melepaskan keledai itu dan membawanya kepada Yesus.
Dari sini bisa kita relevansikan bahwa yang Maha Tahu itu, yang mengetahui apa yang ada didepan kita, dimasa depan “yang akan kita lewati”. Sehingga manusia jangan mempercayakan dirinya kepada kekuatan manusia seperti para peramal, dan akhirnya takluk pada mereka. Tuhan tahu masa depan kita. Jadi sekalipun ada tantangan yakinlah, Tuhan beserta kita, jangan pernah takut. Termasuk tantangan ekonomi, kesehatan kita dan pelayanan pendeta. Setiap orang yang patuh kepada Tuhan harus sadar bahwa Tuhan sudah mendahului segalanya, jangan pernah takut.
Pesan TUHAN Yesus jika ada yang bertanya mengapa muridNya mengambil keledai itu, agar mereka menjawab bahwa “TUHAN memerlukannya, Ia akan segera mengembalikannya …” Dan benar saja, ketika itu ada orang bertanya demikian dan akhirnya mempersilahkan muridNya membawa keledai muda itu jika memang TUHAN memerlukannya. Demi TUHAN, demi dukung perjalanan Yesus, mereka bersedia memberi keledai muda itu dibawa.
Dari sini bisa kita relevansikan, bahwa hingga saat ini, dengan konteks kita masing-masing, TUHAN juga memerlukan hidup kita dan apa yang kita miliki untuk menunjang pelayananNya, TUHAN memerlukan waktu kita, hati dan pikiran kita, sumber daya hingga materi kita untuk dipakaiNya sebagai garam dan terang. Tuhan memerlukan berkat yang sudah diberikannya kepada kita untuk mendukung pelayanan. Tuhan memerlukan tenaga kita. Tuhan memerlukan waktu kita, bahkan harta kita.
Tapi sering sekali kita justru menolak permintaan TUHAN dari hidup kita. Sering manusia hanya meminta sesuatu kepada TUHAN, meminta rejeki, berkat, kesehatan, pekerjaan dll, sulit memberikan yg ada pada dirinya untuk “dipakai” Allah. Kita minta kesehatan, setelah sehat apa yang kita lakukan dengan kesehatan kita dalam konteks pelayanan? Kita minta umur panjang, dalam umur panjang kita, berapa waktu yang kita abdikan bagi pelayanan dipakai oleh Allah? Banyak manusia yg tahu hanya minta rejeki dari Tuhan, tapi setelah menerima berkat rejeki, berapa besar kita pakai untuk kemuliaan Tuhan dan pelayanan?
Begitulah terkadang betapa ironis dan egoisnya kehidupan sebagian manusia. Ayat ini mengajarkan kita untuk meneladani orang (yg tidak disebutkan namanya) yang mau memberikan keledai mudanya untuk dipakai TUHAN Yesus. Ingat, yg dipakai TUHAN, maka Tuhan akan mengembalikannya. TUHAN Yesus bertanggung jawab Ia akan memulihkan tenaga, rejeki, damai sejahtera, hikmat, kesehatan, waktu, dll dari mereka yang memberikan hidupnya buat melayani DIA dengan tulus.
Pada ayat 4-6 diterangkan waktu itu, dua orang murid Yesus taat dan mau pergi menjemput keledai itu. Mereka yakin, jika Yesus mengatakan suatu hal, berarti benar adanya. Mereka tidak banyak bertanya atau bersungut-sungut. Mereka tidak ragu apakah benar didepan kampung yang diperintahkan pergi benar akan ada keledai muda.
Beriman tidak berdalih ! tetapi konsisten memberikan diri bagi TUHAN. Beriman, tidak menunda waktu. Ironis jika dalam misi tertentu, banyak terjadi sungut-sungut, pertengkaran ditengah pelayanan, hingga berhenti ditengah jalan. Untuk itu mari belajar dari ketaatan murid yang diminta Yesus menjalankan Misi meminjam keledai ini. Ketulusan hati dan ketaatan menghasilkan buah kesuksesan akan misi. Tuhan campur tangan.
Pada ayat 6-9 tertulis, Murid-murid Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh menjalankan tugas yg diberikan kepada mereka, yg selanjutnya mereka membawa dan mengalasi keledai dengan pakaian mereka, dan orang banyak juga menghamparkan pakaiannya ke jalan dan menyebarkan ranting hijau dari ladang untuk menyambut TUHAN Yesus. Semua menunjukkan rasa hormat terhadap Yesus sebagai simbol Pengharapan (Mesianik). Ranting hijau adalah symbol kehidupan, pengharapan baru dengan kehadiran TUHAN Yesus.
Masih adakah rasa hormat dan kagum demikian saat ini. Jelas bukan Yesus secara fisik yang kita hendak kita sambut dijalanan hari ini, tetapi rasa hormat dan takut akan TUHAN dengan ibadah dan hidup benar dihadapanNya. Masih adakah hati dan perbuatan yang melayani hingga saat ini? Bagaimana cara kita saat ini menyambut/mengelu-elukan kehadiran Yesus? Allah meminta kita melepaskan “pakaian” kesombongan dalam menyambut Tuhan, dendam, iri hati, dll : menanggalkan ego, melepaskan kemalasan, kebodohan, dan meletakkan pengharapan kita pada TUHAN Yesus.
Biasanya seorang Raja menaiki kuda besar, dikawal banyak serdadu, ada kemewahan simbol kegagahan dan ketangguhan. Tapi Yesus Kristus, Allah Pencipta langit dan bumi justru menaiki seekor keledai. Kejadian di Nats ini hendak menyampaikan suatu pesan perdamaian dan kerendahan hati. Kehadiran Yesus dengan cara demikian memproklamirkan kembali perdamaian yg telah terjadi antara manusia dan Allah. ( bnk. Proklamasi malaikat saat Yesus lahir / Luk 2 : 14 ). Yesus hadir dengan konsep Mesianis yg berbeda dari yg diharapkan orang Yahudi. tidak ada kemegahan dan arak-arakan secara besar-besaran, ia tidak mengendarai kuda dan pasukan tetapi ia hadir dengan mengibarkan bendera putih’ memproklamirkan perdamaian. Kehadiran Yesus dengan cara demikian memproklamirkan kembali perdamaian yg telah terjadi antara manusia dan Allah. ( bnk. Proklamasi malaikat saat Yesus lahir / Luk 2 : 14 ).
Tuhan Yesus Kristus, Allah yg menjadi manusia, pemilik langit dan bumi serta segenap isinya, “Dia yang datang dalam nama TUHAN, Raja Israel”, datang ke Yerusalem tidak menunggangi kuda gagah (symbol dari kekuatan dan keperkasaan) layaknya seorang Raja. Ia tdk datang dengan pengawalan dan kemewahan, Ia justru memilih menaiki seekor keledai. Ini memiliki banyak makna, a.l :
Penggenapan apa yang telah dinubuatkan Nabi Zakharia, bahwa akan hadir Raja Mesias dengan menunggangi keledai beban yg muda (Zakharia 9:9).
Menyampaikan pesan bahwa IA adalah Mesias, tetapi bukan Mesias Politik seperti yang dipikirkan bangsa Israel. IA tidak akan memimpin bangsa itu untuk mengusir penjajah. Tapi jauh lebih penting, Ia datang membawa pendamaian antara manusia dengan Allah dan kedamaian antar manusia.
Menyampaikan pesan utk hidup dalam kerendahan hati dan kesederhanaan. Jadi, jika Tuhan yang empunya segalanya hadir dengan kesederhanaan, maka sungguh aneh jika manusia yg terbatas, hidup dalam kesombongan & keglamouran. Disamping itu manusia perlu meneladani kerendahan hati yg penuh kasih dari TUHAN, yg memotivasi kita menjadi Juru Damai. Membawa cinta dimana ada kebencian. Memberi maaf dimana ada penghinaan. Membawa kerukunan dimana ada perpecahan. Membawa harapan dimana ada keputus asaan. Membawa terang dimana ada kegelapan.
TUHAN menunggangi keledai, binatang yg sering dianggap sebelah mata, sering menjadi simbol ‘kedunguan’ adalah tanda bahwa Dia berkenan memakai semua ciptaanNya untuk ambil bagian dalam pelayanan. IA mengasihi semua ciptaan baik kaya atau miskin, pintar ataupun terbatas, sehat maupun yang berkebutuhan khusus, dll (Yoh.3:16)
Dengan menaiki keledai, TUHAN Yesus meneladankan solidaritas, dapat “berjalan” beriringan, dalam arak-arakan bersama orang banyak waktu itu (bnk kalau menunggangi kuda, orang banyak yg berjalan kaki akan sulit mengimbangi langkah Yesus).
Tuhan Yesus dikatakan menunggangi keledai muda. Keledai muda tidak mudah utk ditunggangi, sulit dikendalikan. Tetapi sesuatu yang sulit bagi kelaziman manusia, ternyata tidak bagi Allah. Tuhan sanggup mengendalikan sesuatu yang mustahil, yang tidak bisa kita kendalikan dalam hidup kita, yg complicated. Bisa saja itu masalah keluarga, pekerjaan, ekonomi, kesehatan, dll. Karena itu tetap mohon campur tangan TUHAN utk semua perkara yg kita hadapi.
Demikianlah semaraknya penyambutan Tuhan Yesus di Minggu Palmarum saat itu.
Yesus adalah pahlawan perdamaian, Yesus adalah Allah yg melawat manusia dan pembawa damai. Identitas ini mengingatkan kita akan identitas kita yg mengakui sebagai muridNya. Sebagai murid Yesus eksistensi kita adalah sebagai duta-duta perdamaian. Yesus dalam kotbahnya menyebutkan : berbahagialah orang yg membawa damai karena mereka akan disebut sebagai anak Allah ( Mat. 5 : 9 ). Perdamaian dunia, dunia tanpa kekerasan merupakan dambaan setiap orang. Setiap manusia mengingini hal demikian apapun SARAnya. Minggu Palmarum ini mengingatkan untuk mengelu-elukan, mengekspresikan harapan, iman kita kepada Yesus melalui tindakan anti kekerasan didalam rumah tanggal, pekerjaan, gereja, dan berkomitmen mengatasi kekerasan. Jadi secara khusus di Minggu Palmarum kali ini, mari berdoa dan suarakan perdamaian diseluruh dunia. Agar peperangan antara Rusia dan Ukraina, Israel dan Hamas di Gaza, Kekerasan oleh KKB di Papua, dan diseluruh penjuru dunia dapat berakhir dengan perdamaian.
Kata Hosana : dikutip dari Mazmur 118:25 artinya “selamatkanlah kami sekarang”. Ini adalah seruan hati yang penuh pengharapan akan pertolongan TUHAN di masa kesukaran. Hosianna adalah seruan orang tertindas kepada Sang Juru Selamat.
Penduduk Yerusalem menggunakan ayat itu untuk mengucapkan selamat datang pada Yesus. Banyak masyarakat bergabung dalam arakan itu. Hal ini menunjukkan bahwa Israel sadar akan martabat “Raja” yang datang itu. Pola membuka pakaian dan menghempangkan ke atas tanah menunjukkan kerelaan dan keberanian berkorban untuk Yesus.
Minggu Palmarum ini mengingatkan : Nyanyian orang percaya sepanjang masa adalah Hosana : membawa damai (Yoh 15:12-17). Jemaat terkasih, mengelu-elukan TUHAN Yesus adalah dengan melakukan firmanNya, menjadi garam dan terang dan menjadi berkat dengan melakukan kasih kepada semua ciptaan. Nyanyian Hosana bukan hanya sekedar nyanyian rohani yang gegap gempita belaka, tetapi harus terwujud dalam perbuatan dan fakta hidup lainnya. Nyanyian “hosanna” harus lahir dari hati bukan hanya sekedar merdu dimulut. Merdu di suara dan music bukan ukuran iman yang nyata. Karena banyak justru penyanyian lagu rohani justru terbukti perilaku hidupnya bertolak belakang, seperti kawin cerai, narkoba dll. Jangan “Hosana” dimulut, tetapi “salibkan Dia” di perbuatan.
Nyanyian orang percaya sepanjang masa adalah Hosana : membawa damai (Yoh 15:12-17). Membawa cita kasih dimana ada kebencian.
Memberi maaf dimana ada penghinaan dan saling menyalahkan.
Membawa kerukunan dimana ada perpecahan.
Membawa harapan dimana ada keputus asaan.
Membawa terang dimana ada kegelapan.
Selamat merayakan Minggu Palmarum. Tuhan Yesus memberkati.
Ditulis oleh Pdt. Happy Pakpahan
Praeses HKI Daerah XII Jawa-Lampung