HKIDaerah12.or.id - 19/02/2024, 09:26 WIB
Di zaman yang serba ada dengan fasilitas yang tersedia serta canggih ini, tentu kita bisa mendapatkan apa saja yang mau kita kehendaki. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengujudkan keiinginan kita. Artinya dengan cepat/instan kita bisa memiliki apa yang kita inginkan. Keinginan-keinginan yang mau dicapai itu terkadang “mengesampingkan iman” yang ada di dalam diri kita. Keberimanan kita kepada Tuhan bukan lagi didorong oleh kerinduan hati kita memuji dan memuliakan Tuhan. Kita beriman kepada Tuhan karena ada “sesuatu” yang mau kita puaskan di dalam diri kita. Misal: kita berdoa kepada Tuhan pada saat sakit, di saat sehat kita abai untuk menjaga kesehatan. Hal ini mengakibatkan kita dekat dengan Tuhan di saat kita di dalam pergumulan. Sehingga kita tidak bisa beriman setiap saat di dalam kehidupan kita.
Dalam nas ini, jelas kita melihat bagaimana keberimanan Abraham kepada Allah. Beriman akan memiliki keturunan yang banyak (ay.18), imannya tidak lemah walaupun sudah berumur (ay.19), tidak bimbang akan janji Allah dan memuliakan Allah (ay.20), yakin terhadap Allah (ay.21). Dengan iman yang dimiliki Abraham ini, dia mendapat berkat di dalam kehidupannya. Abraham diperhitungkan Allah sebagai orang beriman dari perbuatan dan gaya hidupnya. Dalam suratnya ke Roma, Paulus menjelaskan perjalanan iman Abraham sehingga ia diperhitungkan Allah. Bagaimana supaya iman kita juga bisa diperhitungkan Allah? Dari nas ini kita bisa melihat:
Ayat 18a, Paulus mengatakan, “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya”. Paulus menjelaskan bahwa Abraham tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan, ia tak memiliki dasar untuk berharap apapun, tetapi karena imannya, Abraham memiliki pengharapan yang melampaui segala situasi yang dihadapinya. Iman sejati pada Allah berani menerobos segala ketidakmungkinan manusia, karena Allah adalah Allah yang Mahakuasa, tidak terbatas dan sanggup melampaui apa yang dipikirkan oleh manusia yang terbatas.
Ayat 18b menjabarkan, “ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” Abraham terkenal dengan bapa orang percaya/beriman. Akan tetapi banyak orang Kristen tidak bisa memiliki iman yang dilakuka oleh Abraham. Artinya, banyak orang Kristen beriman kepada Tuhan karena menginginkan sesuatu, padahal Abraham beriman di dalam Tuhan tidak ingin mendapatkan apapun, bahkan rela mengorbankan apapun termasuk anaknya sendiri, Ishak. Iman sejati bukan meminta apapun kepada Tuhan Tetapi menyerahkan apapun untuk kemuliaan Tuhan. Kita berani menyerahkan apapun yang menjadi kesenangan kita bagi pekerjaan Tuhan. Kalau kita memiliki uang banyak, kita rela memberikan persepuluhan dan persembahan bagi pekerjaan Tuhan. Ketika kita berani memberi, percayalah, kita tidak akan rugi, tetapi untung. Untung ini jangan dilihat dari sudut materi, tetapi untung/kaya secara rohani, yaitu di dalam kebajikan dan pengenalan akan Allah.
Di ayat 19, Paulus menjelaskan kondisi yang tidak berpengharapan yang dihadapi oleh Abraham, “Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.” Ayat ini sama dengan kisah Abraham di dalam Kejadian 17:17. Pada Kejadian 17:16, Allah berjanji akan memberikan seorang anak laki-laki kepada Abraham dan di ayat 17-18, Abraham merespon dengan tertawa, berkata dalam hati sambil meragukan Allah, lalu berkata bahwa biarlah Ismael (yang telah lebih dulu lahir) diperkenan di hadapan Allah. Tetapi di ayat 19 dan 21, Allah merespon pertanyaan Abraham dengan mengikat perjanjian-Nya kepada Ishak dan keturunannya. Sering di dalam kehidupan keristenan, ketika Allah berkata sesuatu, kita seringkali merespon dengan tidak percaya, baru setelah Ia menegaskan janji-Nya, kita baru mempercayai janji Allah. Hal seperti inilah yang dihadapi Abraham. Ketika Allah baru menegaskan janji-Nya melalui Ishak, maka Abraham baru percaya. Setelah itu, Abraham taat, Abraham dapat beriman setelah Allah menyatakan diri-Nya.
Iman inilah yang nantinya mengakibatkan umat pilihan berani menghadapi marabahaya, karena mereka percaya di dalam Allah yang menyelamatkan mereka meskipun mereka harus menanggung banyak kesulitan, aniaya dan penderitaan. Hal ini diungkapkan oleh Paulus di dalam ayat 20, “Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah,” Justru di dalam kelemahan, penderitaan, masalah, dll, ada kuasa Allah di situ yang menguatkan kita dan tentunya iman kita menjadi kuat. Ketika kita berada di dalam masalah, kita harus semakin dekat kepada-Nya dan beriman serta memuliakan Allah, karena kita percaya Allah yang sanggup mengubah masalah dan penderitaan menjadi sukacita yang mendidik dan mengajar kita tentang arti mengikut-Nya.
Di ayat 21, Paulus menuliskan, “dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.” Jadi, Abraham dapat memuliakan Allah dengan iman dan keyakinan yang penuh bahwa Allah mampu melakukan apa yang telah Ia janjikan. Abraham memuliakan Allah karena ia percaya kepada Allah yang Mahakuasa. Iman yang adalah anugerah Allah membuat orang-orang pilihan-Nya dapat memuliakan Allah dan semakin hari semakin beriman lagi di dalam keMahakuasaan Allah. Iman di dalam Allah yang Mahakuasa adalah suatu sikap penyerahan diri secara total kepada rencana dan kehendak-Nya yang berdaulat.
Kita dapat memiliki iman seperti Abraham ketika kita tidak berharap kepada kemampuan diri sendiri dan manusia yang serba terbatas. Ketika kita berpengharapan kepada Allah yang tidak terbatas itu, kita akan beroleh kemenangan dan mampu menghadapi setiap pergumulan yang ada. Saat kita beriman di dalam-Nya, kita harus siap menerima segala resiko dan tanggung jawab yang harus kita terima yaitu menderita bagi-Nya (Mat. 16:24), tetapi kita jangan kecewa, sebab ada kuasa Tuhan selalu menguatkan kita di dalam penderitaan yang kita hadapi. Apakah kita mengalami iman yang berkemenangan bersama Tuhan? Teruslah melakukan tindakan iman yang nyata dan teguh di hadapan Allah agar semua tindakan iman itu dapat diperhitungkan Allah sebagai kebenaran bagi kita. Amin.
Ditulis oleh Pdt. Benhard Siahaan, S.Si (Theol)
Pendeta HKI Resort Bandara Soekarno - Hatta