HKIDaerah12.or.id - 30/03/2024, 21:00 WIB
Zaman sekarang begitu banyak orang yang memalingkan muka, menutup mata bila melihat atau mendengar kisah penderitaan yang tak kunjung berakhir. Mengapa? Selama ini banyak orang termasuk Kristen tidak mampu memahami penderitaan yang terjadi di tengah-tengah dunia ini. Penderitaan yang timbul karena peperangan dan kelaparan sebagai wujud keegoisan manusia; bencana alam sebagai wujud murka alam, dsb. Namun untuk orang beriman, penderitaan merupakan demonstrasi Allah menempa, mengajar dan membina umat-Nya guna mempersiapkan umat mencapai puncak pengharapan bagi perwujudan keadilan dan kedamaian. Dalam pengharapan itu semua maka Allah akan memproklamirkan tindakan kasih dan kemurahan-Nya kepada umat-Nya.
Dalam perikop ini, kitab Yesaya yang kita kenal sekarang, sebenarnya bukanlah sebuah satu kesatuan. Namun ia terdiri dari tiga bagian yang memiliki latar belakang historis yang berbeda. Tiga bagian Yesaya tersebut adalah: Proto-Yesaya (Yes. 1-39) dengan latar belakang krisis yang disebabkan oleh ancaman Asyur terhadap Yehuda di masa pra-pembuangan; Deutero-Yesaya (Yes. 40-55) dengan latar belakang masa pembuangan di Babel; dan Trito-Yesaya (Yes. 56-66) yang ditujukan pada bangsa Israel yang kembali dari pengasingan. Jadi, teks kita hari ini termasuk ke dalam bagian pertama Kitab Yesaya yang memiliki konteks krisis geo-politis yang cukup mencekam, sehingga cenderung memiliki tema eskatologis (pengharapan akan akhir jaman) yang kuat.
Pasal 25 diawali dengan nyanyian syukur pada Allah yang dinyanyikan oleh tua-tua umat (lih. 24:23). Allah telah setia pada janji yang dibuat sejak nenek moyang Israel dengan meruntuhkan bangsa tiran yang menindas umat-Nya (ay.1-2). Karena itulah, bangsa milik Allah merayakan penyertaan Tuhan dan menjadikan-Nya tempat perlindungan (ay.3-5). Ucapan syukur ini dilanjukan dalam perikop selanjutnya dengan kiasan tentang perjamuan makan ilahi di Gunung Sion. Penyebutan Sion dalam bagian ini menarik, karena secara tidak langsung mengajak pembacanya saat itu untuk membandingkannya dengan gunung suci yang lain, yaitu Sinai. Berbeda dengan Gunung Sinai yang mewakili sifat “ekslusif” Israel karena hanya berlaku untuk Musa dan para tua-tua Israel bnd. Kel 24:9-11 (Sinai bersifat partikular), Gunung Sion justru disebut sebagai tempat segala bangsa dapat menikmati perjamuan dengan masakan yang bergemuk dan anggur yang tua benar (universal). Perjamuan ini bukan hanya menyediakan makanan dan minuman terbaik (ay. 6), namun juga sukaria yang tak pernah terputus bahkan oleh maut sekalipun. Karena Allah sendiri yang telah meniadakan maut, mengoyakkan kain kabung dan menghapuskan semua air mata (ay. 7-8). Gambaran perjamuan universal ini kemudian dilanjutkan dengan respon umat dalam bentuk himne singkat yang berisi pengakuan bahwa Allahlah yang dinantikan untuk membawa keselamatan (ay.9).
Nubuatan Yesaya kepada bangsa-bangsa tentang janji pengharapan pembebasan dan penyelamatan, diwarnai penghakiman dan penghukuman Tuhan. Hal itu tepat dikatakan semacam saringan yang nantinya mampu menghasilkan suatu bangsa yang kuat dan memuliakan Allah, bangsa yang menyadari kelemahannya. Inilah gambaran suatu bangsa dan umat yang sejati di hadapan Allah.
Bicara soal perjamuan, memang tak beda dengan pesta. Semua serba terbaik. Pokok yang hendak dikemukakan di sini ialah kemewahan dan kelimpahan. Arti dari kelimpahan di sini ialah setiap orang yang mengikuti perjamuan itu puas. Tidak ada yang kekurangan. Semua serba kebagian. Kasih karunia Tuhan akan menjadi pesta agung bagi semua orang. Bukan seperti pesta yang diselenggarakan oleh raja Ahasyweros, yang dimaksudkan sekedar untuk memamerkan kemegahan yang empunya pesta (Est. 1: 4). Pesta karunia ini dimaksudkan untuk memuaskan para tamu, sementara segala sesuatu di pesta Ahasyweros sana dimaksudkan untuk pamer, segala sesuatu di pesta di sini dimaksudkan untuk hal yang sebenar-benarnya.
Dalam pesta ini Allah sendirilah Tuan perjamuannya, dan kita boleh yakin bahwa Ia mempersiapkannya sesuai Siapa diri-Nya, yang sudah menjadi keharusan-Nya untuk memberi, dan bukan seperti kita yang menerima. TUHAN semesta alam sendirilah yang menyelenggarakan perjamuan ini. Para tamu yang diundang adalah segala bangsa-bangsa, baik orang bukan Yahudi maupun orang Yahudi. Tersedia cukup banyak makanan untuk semua orang. Siapa pun yang mau, boleh datang dan mengambil bagian dengan cuma-cuma, bahkan orang-orang yang dikumpulkan di semua jalan dan lintasan.
Hidangannya sangat mewah, dan segala sesuatu yang disajikan itu bermutu terbaik. Ini adalah suatu perjamuan, yang menandakan kelimpahan dan keragaman. Ini merupakan perjamuan tanpa henti bagi orang-orang percaya. Ini merupakan perjamuan dengan masakan yang bergemuk dan bersumsum. Begitu nikmat, begitu bergizi, serta penghiburan Injil bagi semua orang yang berpesta dengannya dan menerimanya. Yesaya menikmati persekutuannya dengan Allah sehingga jiwanya dipuaskan bagaikan dengan masakan yang bergemuk dan bersumsum. Ini juga merupakan perjamuan dengan anggur yang tua yang disaring endapannya, jenis anggur tua yang telah disimpan lama dan disaring endapannya, sehingga menjadi jernih dan murni. Mereka dapat meminumnya lalu melupakan kesengsaraan mereka (sebab untuk itulah kegunaan anggur yang diminum dengan benar, yaitu minuman keras bagi mereka yang membutuhkannya (Ams. 31:5-6). Mereka dapat bersukaria karena tahu bahwa dosa-dosa mereka telah diampuni, lalu bersemangat dalam pekerjaan serta peperangan rohani mereka, bagaikan laki-laki kuat yang disegarkan oleh anggur.
“Dan di atas gunung ini Tuhan akan mengoyakkan kain perkabungan…dst” (Ay. 7). Dunia akan dibebaskan dari gelapnya ketidaktahuan dan kekeliruan. Di tengah kabut kegelapan itu dunia sudah begitu lama hilang terkubur. Tuhan adalah Pribadi yang mengoyakkan selubung perkabungan manusia. Di sini Tuhan diperkenalkan sebagai sosok yang berinisiatif menghapuskan penderitaan manusia. Dan di atas gunung ini (gunung Sion) Tuhan akan mengoyakkan kain perkabungan (kain penutup wajah) yang melingkupi semua bangsa (dengan selubung atau penutup mata) sehingga mereka tidak bisa melihat jalan atau melakukan tugas mereka, dan oleh karena itu berkeliaran tanpa henti. Wajah mereka terbungkus seperti wajah orang terhukum atau orang mati. Ada kain perkabungan yang diselubungkan kepada segala suku bangsa, karena mereka semua duduk di dalam kegelapan. Tidaklah mengherankan apabila di antara orang-orang Yahudi sendiri, ada selubung yang menutupi hati mereka (2Kor. 3:15). Namun, kain selubung ini akan dihancurkan Tuhan dengan terang Injil-Nya yang bersinar di dalam dunia, dan dengan kuasa Roh-Nya yang membuka mata manusia supaya bisa menerimanya. Ia akan membangkitkan mereka yang sudah lama mati dalam pelanggaran dan dosa ke kehidupan rohani.
Kristus sendiri, dalam kebangkitan-Nya, akan menang atas maut, akan mematahkan ikatan belenggunya, dan membuangnya jauh-jauh. Kubur tampaknya menelan Dia, tetapi sebenarnya Dialah yang telah menelannya. Tuhan Allah berkata bahwa dukacita akan diakhiri, dan akan ada sukacita sempurna tanpa akhir: Tuhan ALLAH akan menghapuskan air mata dari pada segala muka. Orang-orang yang menangisi dosa, mereka akan dihibur dan hati nurani mereka akan menjadi tentram. Di dalam perjanjian kasih karunia akan disediakan semua yang cukup untuk menggantikan semua dukacita yang dialami sekarang, untuk menghapus air mata dan menyegarkan kita. Terutama mereka yang menderita karena Kristus akan menerima penghiburan melimpah, sama seperti penderitaan mereka dulu juga berlimpah. Di dalam sukacita sorga, dan tidak di tempat lain, akan genaplah firman Tuhan yang tertulis seperti sebelumnya, sebab di sanalah Allah akan menghapus segala air mata (Why. 7:17; 21:4). Dan tidak akan ada lagi perkabungan, sebab maut tidak akan ada lagi. Pengharapan akan hal ini sudah seharusnya menghapus air mata kita yang bercucuran, semua ratap tangis yang menghambat kita untuk menabur.
Demikian halnya peristiwa Salib menyatakan dengan jelas bahwa Allah melalui Yesus Kristus telah meniadakan maut untuk selamanya; dan dengan itulah Allah menghapuskan air mata dari mata manusia. Itu jugalah kesaksian iman Paulus: “Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?” (I Kor. 15:54-55). Dan itu hanya mungkin terjadi dalam diri Yesus Kristus, yang menanggung dosa umat manusia.
“Bersukacita Karena Keselamatan” (Marlas Ni Roha Alani Haluaon Na Sian Jahowa); inilah yang harus kita syukuri dan imani di dalam kehidupan kita sekarang dan selamalamanya. Maka kalau dikatakan “Bersukacitalah…..dst” (Tema Minggu), itu adalah sukacita yang lebih besar daripada sukacita yang biasa kita rasakan. Ini adalah sukacita yang kekal kepada kita karena kasih dan penebusan Tuhan adalah kekal. Bersukacitalah di dalam Tuhan.
Dengan peritiwa nubuatan Yesaya ini menjadi penting bagi kita. Allah telah mematikan kematian itu sendiri. Dengan kebangkitan, Kristus telah menelan maut (1Kor 15:54-55). Apa yang dinubuatkan oleh Yesaya telah digenapi di dalam diri Yesus Kristus. Kebangkitan Kristus adalah tindakan Allah yang nyata memenuhi janji keselamatan bagi umat manusia tanpa membedakan suku bangsa. Kristus telah bangkit. Kita telah diselamatkan dari kuasa dosa, karena itu bersukacitalah.
Kuasa Tuhan Allah dalam Kebangkitan Kristus adalah pondasi iman kita, Dia benar-benar mati dan karenanya benar-benar bangkit. Bersama kebangkitan Kristus, iman kita pun turut dibangkitkan. Sama seperti Yesus menyapa Maria secara personal (Mrk. 16 : 9), kuasa kebangkitan-Nya juga berlaku bagi kita secara personal pula.
Di Minggu Paskah ini, marilah kita syukuri karya penyelamatan universal Allah dalam kebangkitan Yesus. Dia menderita, mati dan bangkit untuk keselamatan dan keutuhan segala ciptaanNya. Oleh sebab itu, penghayatan akan kebangkitan Kristus harus membawa keterbukaan dan penerimaan universal. Amin. Selamat Paskah!
Ditulis oleh Pdt. Ferdianto Tumanggor, S.Th
Pendeta HKI Lippo Cikarang Resort Bekasi Timur